Sabtu, 13 April 2013

MEMBANGUN KOMITMEN APARATUR

Para pembaca yang budiman,
Komitmen adalah janji atau kesanggupan yang pasti untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu (LAN, 2005).  Dalam konteks pemerintahan, maka komitmen seorang aparatur pada organisasi merupakan suatu keadaan dimana seorang aparatur memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keberpihakannya pada organisasi tersebut.

Luthans (dalam Jurnal Manajemen, 2011), mengartikan komitmen organisasi sebagai A willingness to exert high levels of effort on behalf of the organization. Sebuah kemauan yang kuat untuk berusaha mempertahankan nama organisasi.

Gambaran tentang aparatur yang mempunyai komitmen tinggi terhadap organisasi dapat dilihat dari sepak terjang sepuluh kepala daerah yang pernah dinobatkan sebagai bupati dan walikota terbaik se-Indonesia tahun 2008 silam.  Para tokoh tersebut telah menunjukkan komitmen yang mengagumkan.  Mereka memiliki tekad yang tinggi terhadap peningkatan kualitas pelayanan, dan penegakkan birokrasi yang bersih.
Komitmen ini ditandai dengan berbagai keputusan/kebijakan mereka yang memberi dampak signifkan terhadap perbaikan sistem dan kultur pelayanan, serta keberanian mereka dalam menjalankan tugas dan penegakkan hukum.

Para bupati dan walikota tersebut juga memiliki komitmen yang kuat terhadap pencapaian visi organisasi, dengan fokus pada peningkatan efektivitas dan efisiensi birokrasi.  Komitmen mereka yang tinggi sangat tampak dari keteladanan yang mereka perlihatkan dalam bekerja.

Kontras dengan kondisi di atas adalah fakta masih rendahnya komitmen kebanyakan aparatur di negeri ini.  Menurut para ahli tata negara, lemahnya komitmen aparatur disebabkan antara lain karena lemahnya keterikatan aparatur dengan visi dan misi lembaga.  Banyak pejabat yang terjebak pada pragmatisme asal anggaran terserap atau yang penting administrasi beres, tanpa menimbang apakah kegiatan yang dilakukan telah menghantarkan atau mendekatkan kepada tercapainya visi misi yang dicita-citakan, atau belum. 

Kurangnya komitmen seorang pejabat untuk memperhatikan outcome atau benefit dari sebuah kegiatan, terjadi karena banyak hal.  Mulai dari godaan uang gampang, ketidakberdayaan menghadapi lingkungan, hingga tidak ditemukannya kenyamanan dalam bekerja.
Komitmen untuk sanggup menahan diri dari berbagai godaan perkeliruan di kantor, adalah hal yang saat ini semakin sulit ditemukan di tengah kehidupan birokrasi. 

Selain hal-hal tersebut diatas, rendahnya komitmen aparatur juga bisa disebabkan oleh tidak terinternalisasinya target-target yang dibebankan dipundaknya.  Banyak pejabat yang cenderung masa bodoh atau kurang peduli dengan capaian kinerja.  Mereka tidak memandang bahwa dirinya adalah bagian penting dari sebuah tim yang sedang menuju ke puncak cita-cita.  Para aparatur tersebut belum memandang bahwa menjaga kehormatan dirinya selaku penyandang jabatan, adalah bagian dari integritas yang harus ditegakkan oleh seorang aparatur.

Komitmen sebagaimana dipahami, tidak hanya menyangkut pencapaian target-target kinerja sesuai dengan renstra saja, tetapi juga komitmen untuk meningkatkan kualitas pelayanan secara umum, komitmen memperbaiki sistem dan prosedur, komitmen meningkatkan kualitas komunikasi, spirit, dan integritas, serta komitmen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi lembaga.

Kecenderungan rendahnya komitmen para pejabat, pada skala yang lebih tinggi, ternyata membawa dampak lain yang tidak ringan, yaitu terhempasnya moral dan semangat pegawai di bawahnya.  Bila pegawai sudah melihat bahwa para pemimpinnya tidak lagi bisa dijadikan panutan, tidak lagi bisa menunjukkan nilai-nilai moral yang baik, tidak lagi bisa menjadi rujukan etika dan semangat kerja, maka tidak heran bila kemudian para pegawai tersebut tidak lagi berkomitmen terhadap organisasi. Bila tidak segera diatasi, akibatnya akan semakin buruk. Para pegawai bisa menjadi apatis dan tidak lagi fokus pada capaian kinerja. Dampaknya kemudian adalah inefisiensi, inefektivitas, dan demoralisasi terjadi dimana-mana. Bila sudah demikian, organisasi hanya tinggal menunggu waktu menuju jurang ketidakberdayaan. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar