Jumat, 12 April 2013

MENGHITUNG DAMPAK PERUBAHAN POLA PIKIR



Para pembaca yang budiman,
Pada bagian ini kami ingin mengajak anda untuk mencermati dan menghitung bersama dampak dari perubahan pola pikir pada salah satu jenis kegiatan yang dilakukan aparatur.  Sebut saja kegiatan ini adalah seremonial pembukaan acara diklat “X” pada Direktorat Jenderal “Y” pada Kementerian “Z”.  Lazimnya pada sebuah seremonial pembukaan suatu diklat, terdapat beberapa item yang membutuhkankan dukungan pembiayaan, yaitu :
NO
URAIAN
KUANTITAS
BIAYA SATUAN
TOTAL BIAYA (Rp)

HONOR



1.
Honor Pejabat yang meresmikan pembukaan (Deputy/Eselon I)
1
5.000.000,-
5.000.000,-
2.
Honor Pejabat Undangan (Kapus/Direktur/Eselon II)
4
2.000.000,-
8.000.000,-
3.
Honor Pejabat Undangan (Kabag/Kabid/EselonIII)
16
300.000.-
4.800.000,-
4.
Honor Pejabat Undangan (Kasi/Kasubid/Kasubag/EselonIV)
48
150.000,-
7.200.000,-






KONSUMSI



5.
Snack Tamu Undangan VIP (Eselon I & II)
5
50.000,-
250.000,-
6.
Snack Tamu Undangan Biasa (eselon III & IV)
64
10.000,-
640.000,-

Snack Tamu lainnya (supir, ajudan)
5
10.000,-
50.000,-
7.
Teh, Kopi, Gula
74
2.500.-
185.000,-






LAIN-LAIN



8.
Pengganti bensin mobil pejabat (eselon I,II)
5
500.000,-
2.500.000,-
9.
Uang saku ajudan (eselon I,II)
5
200.000,-
1.000.000,-
10.
Uang saku supir (eselon I,II)
5
50.000,-
250.000,-
11.
Lain-lain

125.000,-
125.000,-



TOTAL
30.000.000,-

Para pembaca yang budiman, komponen biaya sebesar Rp 30 juta,- diatas adalah biaya dari satu kali penyelenggaraan diklat, dari satu kedeputian/direktorat jenderal, pada satu kementerian.  Bila dalam setahun satu kedeputian/direktorat jenderal memiliki 100 program diklat, maka untuk biaya seremoni pembukaan diklat saja telah menghabiskan Rp 30 juta x 100 = Rp 3 milyar.  Bila satu kementerian terdiri dari 4 kedeputian/direktorat jenderal, maka biaya tadi menjadi Rp 3 miyar x 4 = Rp 12 milyar.  Dan ini sekali lagi hanya biaya untuk seremoni pembukaan diklat, yang sebenarnya tidak ada hubungan langsung dengan kualitas sebuah penyelenggaraan diklat.
Para pembaca yang budiman,
Mari kita lanjutkan perhitungan  di atas!  Bila satu kementerian menyedot dana untuk seremoni pembukaan diklat sebesar Rp 12 milyar dalam setahun, maka :
a.    Berapa biaya untuk seluruh kementerian dan lembaga yang ada ?
b.    Bila biaya di atas jumlahnya kira-kira sama dengan penyelenggaraan diklat di sebuah provinsi/kabupaten/kota, maka berapa biaya yang akan timbul dari penyelenggaraan diklat di lebih dari 400 daerah otonom di seluruh Indonesia?
c.    Bila pembukaannya dilakukan oleh gubernur, atau bupati, atau walikota, maka bisa dipastikan biaya akan makin membengkak, karena seluruh kepala dinas harus hadir, yang berarti harus ada alokasi untuk membayar biaya kehadiran para kepala dinas tersebut.  Belum lagi protokoler pengawalan yang melibatkan lebih banyak lagi orang, yang harus disiapkan uang saku, uang transport, uang bensin, dan uang-uang lainnya.
Maka bisa dibayangkan, betapa besarnya uang negara harus dikeluarkan hanya untuk acara yang seperti ini.
Para pembaca yang budiman,
Semua biaya di atas barulah yang kentara bersifat uang keras.  Bagaimana dengan biaya tidak langsung yang timbul akibat dari ditinggalkannya pelayanan kepada masyarakat, yang terjadi karena pejabat yang terkait harus turut hadir dalam acara seremonial tersebut?
Dari uraian ini mungkin kita baru tersadar, betapa besarnya pemborosan keuangan negara, hanya untuk sebuah penyelenggaraan seremonial pembukaan diklat.
Sekiranya pembukaan diklat cukup dilakukan oleh seorang pejabat pembuka, misalnya seorang pejabat eselon I atau eselon II (plus supir), maka dapat dibayangkan betapa besar efisiensi yang bisa dilakukan.
Dari contoh kasus ini, maka anda sekarang bisa memahami, bahwa  perubahan pola pikir akan membawa dampak yang sangat luar biasa terhadap efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan.  Dana-dana yang bisa dihemat dapat dialokasikan untuk kebutuhan lain yang lebih bermanfaat, misalnya untuk penanggulangan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja, perbaikan pelayanan kesehatan, peningkatan mutu pendidikan, dan seterusnya.  ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar